Seorang nenek bertanya kepada Rasulullah apakah kelak ia akan masuk 
surga. Beliau menjawab : “Tidak akan ada nenek-nenek di surga”. 
Mendengar jawaban ini spontan sang nenek menangis. Lalu Rasulullah 
berkata kepadanya bahwa di surga memang tidak ada nenek-nenek karena 
semua akan dijadikan muda belia. Sang nenek pun langsung tersenyum 
gembira.
Kisah ini biasanya dikutip untuk menjelaskan semangat humor 
Rasulullah saw. Namun, dari sisi lain ada hikmah yang dapat kita ambil 
berkaitan dengan sikap seseorang terhadap umurnya. Sang nenek dalam 
kisah diatas – sepertinya – tidak peduli apakah dia muda atau tua, 
karena yang penting dia bisa masuk surga. Siapa pun memiliki peluang 
yang sama untuk masuk surga, baik muda maupun tua. Dalam pergaulan 
sehari-hari kita sering menjumpai orang-orang muda yang enggan bicara 
akhirat karena menurut mereka itu urusan nanti kalau sudah tua. Padahal 
bukankah
kematian bisa datang kapan saja ? Dan sebaliknya, ada banyak orang tua 
yang belum tergerak hatinya untuk memikirkan nasibnya di akhirat. 
Padahal, boleh jadi Allah swt panjangkan umurnya untuk memberi 
kesempatan agar kembali kepada-Nya.
Banyak orang keliru dalam memandang umurnya. “Ada dua nikmat – kata 
Rasulullah saw – yang membuat banyak orang tertipu karenanya yaitu 
kesehatan dan waktu yang luang”.1 Waktu yang luang itu adalah umur yang 
menjadi kesempatan untuk beramal soleh. Orang yang tidak menggunakan 
kesempatan tersebut sampai tiba kematian berarti dia tertipu dengan 
umurnya.
Apakah Umur Bertambah atau Berkurang ?
Sebelum menjawab pertanyaan diatas, menarik kita simak ilustrasi yang
 dibuat oleh Amir Muhammad Al Madri, penulis buku “Tsalatsuna Amalan 
Yuthil al-’Umur” (Tiga puluh amal yang memperpanjang umur) sebagai 
berikut :
· Seseorang berumur 60 tahun. 20 tahun digunakannya untuk tidur dengan 
asumsi rata-rata tidurnya 8 jam sehari. Dipotong masa menjelang baligh 
biasanya 15 tahun dan waktu yang digunakan untuk makan, minum, aktifitas
 lainnya selama 5 tahun. Maka, secara efektif, minus usia baligh, waktu 
tidur, makan minum dan lain-lain, umurnya yang tersisa untuk beramal 
sebenarnya selama 20 tahun saja. Jadi, dari 24 jam yang tersedia hanya 
sekitar 30 persen saja waktu efektif kita untuk beramal. Bahkan, jika 
seluruh usia 60 tahun itu digunakannya untuk beramal sekalipun, maka itu
 sebenarnya hanya baru tiga menit untuk ukuran akhirat, karena satu hari
 di akhirat sama dengan 1000 tahun di dunia.
· Seseorang berumur 60 tahun. Jika setiap hari rata-rata satu jam 
waktunya hilang tanpa amal maka telah sia-sia umurnya selama 3 tahun. 
Kalau 2 jam maka hilang 6 tahun. Demikian seterusnya setiap kehilangan 
satu jam tanpa amal. Bayangkan, jika didalam waktu yang terbuang itu dia
 melakukan maksiat kepada Allah. Alangkah sia-sia kehidupannya.
· Seseorang berumur 70 tahun. Jika 2 jam setiap hari digunakannya untuk 
beramal, misalnya 1 jam untuk shalat lima waktu dan 1 jam lagi untuk 
amal soleh lainnya, maka waktu potensial untuk beramal tinggal 22 jam 
perhari, sama dengan 64 tahun. Hal ini berarti, 2 jam per hari yang 
terpakai untuk beramal selama 70 tahun, itu hanya terhitung selama 6 
tahun saja !
Dari ilustrasi ini, kesannya umur itu merupakan kesempatan untuk 
beramal. Umur yang lama (panjang) memberi kesempatan lebih banyak untuk 
beramal. Umur yang pendek berarti kesempatan beramalnya lebih sedikit. 
Dalam hadis Rasulullah saw yang sangat popular di kalangan kita 
dijelaskan bahwa apabila meninggal dunia maka terputuslah amal seorang 
hamba. Dengan demikian, batas umur itu adalah kematian. Setiap panjang 
umur maka semakin dekat dengan kematian dan semakin sedikit waktu untuk 
beramal. “Orang yang baik diantara kamu adalah yang panjang umurnya dan 
paling baik amalnya”, demikian Rasulullah menegaskan.2 Dalam konteks ini
 dapat dikatakan bahwa umur sebenarnya semakin hari semakin berkurang.
Tetapi, siapakah yang tahu kapan akan mati ? Allah swt berfiman : ” 
(jika kamu menyembah Allah dan bertakwa kepada-Nya) niscaya Allah akan 
mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada 
waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan (ajal) Allah apabila telah
 datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui.”.3 Ketetapan 
disini maksudnya kematian. Kita hanya tahu adanya penundaan kematian 
jika kita tahu kapan ajal kita datang. Kematian itu batas hidup didunia 
yang menjadi rahasia Allah swt. Tidak seorang pun yang tahu kapan dia 
mati. Dengan demikian, pada hakikatnya, tak seorang pun yang dapat 
mengatakan bahwa umurnya bertambah atau berkurang. Mengapa seorang bisa 
mengatakan bahwa sebuah pensil – misalnya – berubah menjadi pendek ? 
Karena dia tahu ukuran sebenarnya.
Bagaimana mungkin suatu benda dikatakan harganya terlalu mahal atau 
terlalu murah kalau kita tidak tahu harga pasarannya ? Jika bilangan 
umur bertambah maka semakin dekat dengan kematian dan kesempatan hidup 
pun makin berkurang. Dengan demikian, umur kita pun pada dasarnya 
berkurang. Pendek kata, kematian ibarat tombol turn off bagi seorang 
dalam beramal.
Tetapi, bila umur dipahami sebagai waktu yang terpakai untuk hidup, 
maka sebelum kematian datang umur dikatakan terus bertambah. Umur akan 
semakin bertambah sampai seseorang menemui ajalnya. Setiap manusia pasti
 menemui ajal yang telah ditetapkan Allah swt kepadanya tanpa ada 
penambahan atau pengurangan sedikitpun. Inilah barangkali yang 
dimaksudkan oleh firman Allah swt : “…Dan sekalikali tidak dipanjangkan 
umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, 
melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya
yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.” (QS. Fathir [35] : 11) 
Ketika menafsirkan ayat ini, Imam Jalaluddin as-Suyuthi mengutip sebuah 
hadis qudsi bahwa Allah berfirman : Tidaklah seseorang yang telah 
kutetapkan padanya umur yang panjang melainkan dia akan sampai pada 
ketetapan umurnya itu dan Aku memang telah menetapkannya tanpa 
penambahan sama sekali. Dan siapa yang Kutetapkan berumur pendek maka 
dia akan menemui takdirnya sebagaimana yang telah Kutetapkan.4
Seyogianya umur dinilai tidak sekedar dari bilangannya, melainkan 
dari aktifitas yang dilakukan dalam mengisi waktu hidup yang dimiliki. 
Dua orang yang memiliki waktu sama, 1 jam misalnya, dapat melakukan 
aktifitas yang berbeda, baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Bagi 
seorang yang rajin dan enerjik, 8 jam kerja di kantor dapat melakukan 
sepuluh aktifitas, sedangkan bagi seorang pemalas, 8 jam itu bisa tak 
menghasilkan apa-apa.
Jadi permohonan doa agar dipanjangkan umur itu pada dasarnya merupakan 
permohonan agar mendapat bimbingan (hidayah) Allah swt agar umur yang 
tersisa dapat digunakan secara optimal untuk beribadah kepada-Nya. 
Setiap kita memohon kepada Allah swt agar dipanjangkan umur, itu berarti
 kita selalu berupaya agar setiap detik yang berlalu dalam hidup ini 
senantiasa mendatangkan manfaat dan mashalahat buat kita, baik di dunia 
maupun di akhirat. Inilah umur yang berkah, dan keberkahan ini pula yang
 sebenarnya kita mohonkan kepada Allah swt. “Demi masa, Sesungguhnya 
manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman
 dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati 
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”, (QS. 
Al-Ashr [103] : 1-3), demikian Allah swt mengingatkan.
Agar Umur menjadi Berkah
Amir Muhammad Al Madri dalam kitabnya diatas menyebut ada 30 amal yang 
dapat dilakukan untuk menambah berkah umur. Disini kami kutipkan tiga 
saja, yaitu :
1) Dalam setiap aktifitas senantiasa mengharapkan ridho Allah.
 Sebagian ulama salaf berkata : “Makan, minum, tidur dan apapun yang 
dilakukan seorang mukmin karena ketaatan kepada Allah pasti menghasilkan
 pahala”. Bisa melakukan banyak hal yang bernilai pahala dalam setiap 
detik kehidupan membuat umur terasa panjang karena banyak manfaat yang 
dihasilkan.
2) memelihara hubungan silaturrahmi. Silaturrahmi 
membuat kita akan selalu diingat orang lain, bahkan setelah meninggal 
dunia sekalipun. Inilah yang membuatnya seolah-olah tetap hidup. Dalam 
pergaulan sehari-hari mudah sekali kita berkenalan dengan banyak orang. 
Baru pertama berjumpa, kita saling memperkenalkan nama, tempat tinggal, 
pekerjaan dan lain sebagainya. Namun, kadang setelah itu kita mudah pula
 melupakannya. Dalam bisnis, kita perlu relasi, rekanan atau orang yang 
kita kenal untuk memperluas usaha. Tak jarang kita mendapatkan peluang 
sebagai berkah dari hubungan-hubungan seperti ini. Benarlah Rasulullah 
saw dengan sabdanya : “Siapa yang ingin dipanjangkan sisa umurnya dan 
diluaskan rezekinya maka hendaklah ia menjalin silaturrahmi”.5
3) Berakhlak baik. Orang baik pasti disenangi banyak 
orang. Dalam setiap pergaulan ia mudah diterima, namanya sering disebut 
dan diberi kesempatan. Kehadirannya dinantikan dan ketiadaannya 
dipertanyakan. Keadaan ini membuatnya senantiasa hidup sekalipun nanti 
setelah wafat. Inilah yang membuatnya seolah berumur panjang (berkah).
It’s nice to be an important but it’s important to be nice (Memang 
baik jadi orang penting namun jauh lebih penting menjadi orang baik) 
Kita tentu kenal ungkapan ini. Jauh sebelum adanya ungkapan ini, 
Rasulullah saw pernah bersabda : “Sesungguhnya kamu tidak akan bisa 
membahagiakan semua orang dengan seluruh hartamu. (Tetapi) Bahagiakanlah
 mereka dengan wajah lembut dan kebaikan akhlakmu”.6
1 Hadis riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas
2 Hadis riwayat Imam Ahmad dari Abu Hurairah
3 QS. Nuh (71) : 4
4 Jalaluddin a-Suyuthi, Tafsir ad-Durr al-Mantsur fi at-Ta’wil bi al-Ma’tsur, Mesir : 2003, cet. ke-1, Juz 12, hal 264,
5 Hadis riwayat Muttafaq alaih
6 Hadis riwayat dari Abu Hurairah. Menurut al-Hakim hadis ini sahih. 
Lihat Al-Mustadrak ala ashahihain, Juz 1 hal. 201, Nomor : 427-428.
Sumber 

